Wednesday, February 9, 2011

Syeikh Ahmed Yassin


Sheikh Ahmed Yassin




 


Sheikh Yassin dilahirkan di Desa Joura-Ashkelon (kini wilayah Israel) pada bulan Juni 1936. Pada usia 12 tahun ia menyaksikan kekalahan bangsa Arab dari Israel dalam perang Arab-Israel. Kekalahan itu telah membentuk cara berpikir Yassin muda. Ia berprinsip, rakyat Palestina harus mengandalkan diri mereka sendiri dengan cara mempersenjatai diri, bukan berpangku pada bangsa lain, baik pada bangsa Arab lain maupun masyarakat internasional.

Yassin bersekolah hingga kelas 5 Ibtidaiyah di Desa Joura. Meletusnya perang Arab-Israel pada tahun 1948 membuat dia dan keluarganya mengungsi ke Jalur Gaza. Seusai sekolah menengah pada 1957-1958, Yassin yang lumpuh keempat anggota tubuhnya akibat kecelakaan semasa kecil langsung memperoleh pekerjaan sebagai guru.

Aktivitas politik Yassin dimulai ketika ia pada usia 20-an berpartisipasi dalam unjuk rasa di Jalur Gaza menentang invasi segi tiga Israel, Inggris, dan Perancis terhadap Mesir pada tahun 1956.

Menurut BBC News, Yassin belajar di Universitas Al Azhar, Cairo, tempat kelahiran Ikhwanul Muslimin. Di sanalah dia membentuk keyakinan bahwa tanah Palestina-wilayah Palestina dan Israel-adalah tanah wakaf milik Muslim seluruh dunia dan bahwa tak seorang pemimpin Arab pun mempunyai hak untuk menyerahkan bagian apa pun dari wilayah ini.

Sheikh Yassin menjadi aktif terlibat dalam Ikhwanul Muslimin cabang Palestina, namun dia baru dikenal luas setelah Intifada Palestina pertama tahun 1987.

Pemerintah pendudukan Israel menangkap Sheikh Yassin pada tahun 1982 dengan tuduhan memimpin gerakan perlawanan rahasia dan menyembunyikan senjata. Ia dijatuhi hukuman 13 tahun penjara, namun dibebaskan pada 1985 melalui transaksi tukar-menukar tawanan antara Israel dan Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP).

Pada akhir 1987 Sheikh Yassin bersama pemimpin Palestina lainnya mendirikan Hamas yang kemudian sangat berperan dalam intifada pertama (1987-1993). Ia menjadi pemimpin spiritual gerakan perlawanan itu. Tahun 1989 Sheikh Yassin bersama tokoh Hamas lainnya ditangkap pasukan pendudukan Israel dan mendapat vonis hukuman seumur hidup.

Pada tahun 1997 Sheikh Yassin dibebaskan atas permintaan Almarhum Raja Hussein dari Jordania sebagai kompensasi atas gagalnya percobaan pembunuhan oleh Mossad terhadap Kepala Biro Politik Hamas Khaled Meshal di Amman.

Ia mencoba membina hubungan baik dengan Otoritas Palestina dan para pemimpin lain di dunia Arab, namun pendiriannya mengenai isu perdamaian tidak mau dikompromikan. Menurut BBC, Sheikh Yassin berulang kali mengatakan, "Apa yang disebut jalan damai itu bukan perdamaian dan itu bukanlah pengganti bagi jihad dan perlawanan."

Dalam wawancara dengan United Press International bulan Juni tahun lalu, ketika ditanya apakah ia akan menerima hudna atau gencatan senjata dengan Israel, Yassin mengatakan Hamas siap tetapi hanya dengan syarat-syarat khusus. Hudna menurut dia tak sekadar diakhirinya kekerasan di kedua pihak, tetapi harus menyebabkan orang Palestina mendapatkan haknya.

Sheikh Yassin menjadi ilham yang kuat bagi ana-anak muda Palestina yang kecewa oleh runtuhnya harapan perdamaian. Ia mengilhami mereka untuk memberikan nyawa.

Maut menjemput pada tanggal 22 Maret 2004 lalu saat sang pemimpin spiritual dan dua pengawalnya itu keluar dari masjid setelah salat subuh. Menurut saksi mata, helikopter tempur Israel meluncurkan tiga rudal ke arah Yassin dan dua pengawalnya.

Hantaman keras rudal itu mengakibatkan ketiganya tewas seketika. Sumber di rumah sakit menambahkan, serbuan tersebut juga merenggut nyawa lima orang lain
dan 17 lainnya luka.

Sumber keamanan Israel mengungkapkan, Perdana Menteri Ariel Sharon memberikan perintah langsung dan mengawasi helikopter yang menyerang pemimpin lumpuh berkursi roda itu.




 






Gelar syuhada diraihnya
Insya Allah tiket syurga telah digenggamnya
Selamat jalan sang mujahid
Selamat jalan as Syahid......

Syeikh Musthafa As Siba'i



Musthafa As Siba’i


Syekh Musthafa As Siba’i nama lengkapnya adalah Syekh. DR.Musthafa Husni As Siba’i dengan panggilan Abu Hasan, lahir di kota Himsh, Suriah, tahun 1915. Beliau anak dari seorang ulama, mujahid dan khatib yang terkenal di masjid Jami’ Raya Himsh, Syekh Husni As Siba’i. Pada tahun 1933, Musthafa As Siba’i pergi ke Mesir untuk menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar.

Di Mesir beliau bertemu dan berkenalan dengan Imam Hasan Al-Banna, Mursyid Am Al-Ikhwan Al-Muslimin. Ketika menjadi mahasiswa di Mesir, Musthafa As Siba’i tidak hanya sibuk di bangku kuliah mengejar prestasi akademik, beliau juga aktif dalam kegiatan ekstra kampus bersama Al-Ikhwan Al-Muslimin, melakukan pembelaan terhadap umat, dan ikut berbagai demonstrasi menentang penjajah Inggris tahun 1941.

Beliau juga ikut mendukung Revolusi Rasyid Ali Al-Kailani di Irak melawan Inggris. Akibatnya, beliau bersama teman-temannya ditahan pemerintah Mesir atas instruksi penjajah Inggris. Musthafa As Siba’i mendekam dalam tahanan sekitar tiga bulan, kemudian di pindah ke penjara Sharfanda di Palestina dan mendekam di sana selama empat bulan. Pada tahun 1942, beliau mengumpulkan seluruh potensi perjuangan umat Islam di Suriah yang terdiri dari ulama, da’i, aktifis, tokoh-tokoh lembaga Islam dari berbagai propinsi untuk berjuang dalam satu jama’ah yang disepakati, yaitu Jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimin. Delegasi Mesir yang hadir pada pertemuan itu adalah Ustadz. Said Ramadhan (menantu Imam Hasan Al-Banna).

Pada tahun 1945, diadakan pertemuan kembali dan para peserta pertemuan sepakat untuk memilih Musthafa As Siba’i sebagai Muraqib ‘Am (Pengawas Umum) Al-Ikhwan Al-Muslimin Suriah. Tahun 1948 terjadi Perang Palestina, Musthafa As Siba’i, Muraqib Am Al-Ikhwan Al-Muslimin Suriah memimpin langsung batalion Suriah dan bergabung dengan 10.000 pasukan Al-Ikhwan Al-Muslimin dari berbagai negara Arab untuk membantu rakyat Palestina yang sedang berjuang melawan penjajah Zionis Yahudi.

Pasukan Syekh Musthafa As Siba’i dengan semangat jihad yang tinggi, pengorbanan yang besar, berhasil masuk ke kota suci Al-Quds, jika tidak ada pengkhianatan para pemimpin Arab tentu Palestina akan lain ceritanya dengan yang terjadi saat ini, itulah episode sejarah perjuangan yang senantiasa dicemari oleh para pengkhianat penjual umat dan tanah airnya karena cinta dunia dan takut mati.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.(QS: Al-Anfaal/8: 27).

Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.(QS: Al-Hajj/ 22: 38).

Syekh Musthafa As Siba’i secara khusus menulis buku tentang jihad di Palestina yang berjudul Jihaduna fi Filisthin. Di dalam buku Al-Ikhwan fi Harbi Filisthin, Syekh Musthafa As Siba’i berkata, “Ketika berada di medan pertempuran Al-Quds, kami merasakan di sana ada manuver-manuver yang terjadi di tingkat internasional dan tingkat pemerintahan resmi negara-negara Arab. Kami yang tergabung di batalion Al-Ikhwan Al-Muslimin memusyawarahkan hal-hal yang perlu kita tempuh, setelah adanya instruksi kepada kami untuk mengundurkan diri dari Al-Quds. Kami sepakat tidak mampu menentang instruksi kepada kami untuk meninggalkan Al-Quds, karena berbagai pertimbangan.

Kami juga sepakat sesampainya di Damaskus, kami mengirim sebagian Al-Ikhwan Al-Muslimin ke Al-Quds sekali lagi secara sembunyi-sembunyi, untuk mempelajari apakah ada kemungkinan kembali lagi ke sana secara pribadi, demi melanjutkan perjuangan kami membela Palestina. Kami kembali ke Damaskus bersama seluruh anggota batalion dan komandan-komandannya yang bergabung dengan pasukan penyelamat. Pasukan penyelamat ini melucuti persenjataan kami dan berjanji mengundang kami sekali lagi bila diperlukan.”

Tahun 1949, Syekh Musthafa As Siba’i meraih gelar Doktor dari Fakultas At Tasyri’ Al-Islami dan Sejarahnya dari Universitas Al-Azhar dengan disertasi berjudul As Sunnah wa Makanatuha fit Tasyri’ Al-Islami, lulus dengan suma cumlaude. Dalam tesisnya tersebut As Sibaai' menyanggah habis argumen kaum Orientalis tentang kedudukan As Sunnah dalam Syariat Islam. Beliau juga menulis buku khusus tentang orientalis dengan judul, Alistisyraq Wal Mustasyriqun (Orientalisme dan kaum Orientalis). Tahun 1953, Syekh Mustafa As Siba’i menghadiri konfrensi Islam untuk pembelaan Al-Quds yang diadakan di kota Al-Quds dan dihadiri oleh perwakilan Al-Ikhwan Al-Muslimin dari seluruh negara Arab dan para tokoh Islam dunia, termasuk saat itu hadir Dr. Muhammad Natsir sebagai wakil Indonesia.

Selama tujuh tahun Syekh As Siba’i menderita lumpuh pada sebagian tubuhnya termasuk tangan kirinya, tetapi beliau sabar, pasrah terhadap ketentuan Allah, ridha terhadap hukum-Nya. Walaupun lumpuh sebagian tubuhnya tidak menghalangi beliau untuk berdakwah dan membina umat. Syekh Siba’i, tidak hanya piawai dalam menulis, ahli dalam pidato, beliau juga memperaktekkan kewajiban agama dengan ikhlas dan mengharapkan ridha Allah, padahal kondisi tubuhnya sudah uzur kerana lumpuh dan sakit yang diderita.

Dengan menggunakan tongkat, beliau berjalan di pagi hari dan petang hari menuju masjid untuk solat, sujud dan rukuk kepada Allah, pada saat yang sama ada orang yang badannya sehat, berjalan tidak bertongkat, penampilannya memikat, malas datang ke masjid untuk melaksanakan solat, terutama sekali solat subuh berjama’ah di masjid.

Hari Sabtu, 3/10/1964, Syekh. DR. Musthafa Siba’i, pembela Palestina dan kota Suci Al-Quds, pejuang yang gigih lagi sabar meninggal dunia di kota Himsh. Jenazahnya diiringi rombongan yang besar dan dishalatkan di masjid Jami’ Al-Umawi, Damaskus. Mufti Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini memberi kesaksian: Suriah kehilangan tokoh besar mujahid agung. Dunia Islam kehilangan ulama besar, ustadz mulia dan dai piawai. Saya mengenalnya dan melihat pada dirinya keikhlasan, kejujuran, keterbukaan, tekad baja, motivasi kuat dalam membela akidah dan prinsip. Ia memiliki kans besar dan peran nyata dalam melayani masalah Islam dan Arab, terutama problematika Suriah dan Palestina. Ia memimpin batalyon Al-Ikhwan Al-Muslimin demi membela Baitul Maqdis tahun 1948. Semoga Allah mengampuni segala dosanya, menerima segala ibadahnya dan memasukkan beliau ke dalam surga bersama para Nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada, dan orang-orang shalih, amin!